OKU TIMUR - SUMATERA SELATAN MENUJU INDONESIA HEBAT

                                                              

Persiapan dan Perencanaan Desain dan Rab - 2. Identifikasi Item Pekerjaan

Dalam pembangunan konstruksi dikenai istilah item pekerjaan pembangunan, item pekerjaan pembagunan ini adalah pengelompokan kegiatan yang di klarifikasikan sesuai komponen-komponen yang ada di dalam konstruksi bangunan. Pemahaman terhadap item pekerjaan akan mempermudah kita dalam menyusun RAB dan menyusun rencana kerja.

jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam pembangunan infrastruktur maka secara teknis harus ada gambar perencanaan infrastruktur, minimalgambar tampak, denah, potongan (memanjang, melintang) dan gambar detail konstruksi dari infrastruktur yang akan dibangun tersebut, termasuk spesifikasiteknisnya. Sebab dari gambar-gambar tersebut dapat diketahui kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan untuk membangun infrastruktur tersebut sampai selesai.

Pada tahap ini juga termasuk mengetahui lingkup aktivitas dari setiap jenis-jenis pekerjaan, satuan pengukurannya, batasan/syarat teknis kekuatannya seperti komposisi campurannya, dimensi, persyaratan material/peralatan, ketentuan/peraturan terkait yang harus diikuti dalam pelaksanaannya. Hasil identifikasi ini selanjutnya dapat dibuat dalam bentuk Tabel seperti contoh untuk Item Pekerjaan Pembangunan Jalan Sirtu, berikut :
  1. Pekerjaan Penyiapan Tanah Dasar/Badan Jalan
  2. Penimbunan Badan Jalan
  3. Lapis Pondasi Bawah Kelas C (Sirtu)Galian Tanah
  4. Pekerjaan Beton Pekerjaan Ps. Batu Kali
  5. dan seterusnya hingga pekerjaan akhir 

Oleh karena hasil identifikasi jenis-jenis pekerjaan tersebut akan menjadi dasar dalam penyusunan biaya kegiatan maka perlu dipahami/diketahui cakupan lingkup aktivitas didalam setiap jenis pekerjaan tersebut, sehingga tidak terjadi pengulangan kegiatan/tumpang tindih pembiayaan. Misalnya Pekerjaan Galian Tanah, Pekerjaan Galian tanah ini mencakup aktivitas/biaya : membersihkan lokasi pekerjaan, memasang patok/bouwplank, mendatangkan tenaga kerja/peralatan kerja, melaksanakan penggalian tanah sesuai ukuran yang ditetapkan pada gambar, membuang tanah bekas galian dan pengamanan pekerjaan. Dari contoh tersebut maka dalam daftar Hasil Identifikasi Pekerjaan seharusnya tidak ada item pekerjaan tersendiri untuk pembuangan tanah bekas galian tetapi kegiatantersebut telah diperhitungkan pada pembiayaan pekerjaan Galian Tanah (tidak akan terjadi tumpang tindih pembiayaan).
 
Bahasan Persiapan dan Perencanaan Desain dan Rab :
3. Menentukan Desain dan Jenis Kontruksi 
4. Perhitungan anggaran dan Biaya
a. Menghitung Volume Pekerjaan 
b. Melakukan analisa pekerjaan
c. Menghitung Biaya Pekerjaan 
5. Pemeriksaan Bersama Hasil Perhitungan 
6. Jilid dan perbayak
TESTIMONI DESA PERJAYA BARAT

TESTIMONI DESA PERJAYA BARAT



TESTIMODI DIBERIKAN OLEH BPK YULI USMAN - KADES
Desa perjaya barat kec. Martapura Kabupaten OKU Timur - Sebiduk Sehaluan Provinsi Sumatera Selatan #kopihitam

Persiapan dan Perencanaan Desain dan Rab - 1. Survey Teknis


Persiapan dan perencanaan teknis merupakan salah satu tahapan (tahap awal) kegiatan pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana. Yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka Penyusunan Usulan Kegiatan Sarana dan Prasarana sebelum melaksanakan proses pelaksanaan pembangunan (fisik/konstruksi) sarana & prasarana. Keseluruhan proses kegiatan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Dokumen yang disebut Dokumen Perencanaan teknis/DED/Proposal Usulan Kegiatan. Secara umum Langkah Perencanaan Desain dan RAB adalah sebagai berikut:
 
1. Survey Teknis
 
a. Survey Lokasi
 
Untuk mewujudkan bangunan infrastruktur, tentunya diperlukan ketersediaan lahan/tanah (termasuk bangunan/tanaman produktif/aset berharga lainnya yang terkena) sebagai lokasi pembangunannya. Sementara disisi lain, tanah memiliki sifat yang terbatas dan keberadaannya dilindungi oleh hukum. Tidak ada pihak manapun yang diperkenankan membangun tanpa seijin pemilik tanah karena bukti kepemilikan diakui secara sah dalam hukum. Dan jika terjadi pelanggaran (membangun diatas tanah tanpa seijin pemiliknya) maka pihak yang melakukan pelanggaran akan dikenai sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
 
b. survey Teknis dan Investigasi
 
Sebelum dilakukan penyusunan Desain bangunan maka terlebih dahulu harus dilakukan Survey teknis. Sasaran survey teknis ini adalah untuk mendapatkan data data/ informasi kondisi/situasi awal lokasi pembangunan infrastruktur yang sebenarnya. Jenis data/informasi yang diperlukan tergantung pada jenis infrastruktur yang akan dibangun. Seperti : Kondisi fisik lokasi (luasan, batas-batas, topografi), kondisi tanah (keras/lunak), keadaan air tanah, peruntukan lahan, rincian penggunaan lahan, perkerasan, penghijauan, dan lain-lain. Data-data atau informasi tersebut selanjutnya akan dipergunakan dalam menentukan desain atau rancangan dan gambar rencana bangunan yang akan dibangun.Pelaksanaan Survey ini dilakukan surveyor yang harus memahami teknik survey mencakup :
 
a) Jadwal, Urutan kegiatan, cara pelaksanaan dan hasil Survey yang akan diperoleh;
b) Cara penggunaan formulir survey dan cara penggunaan alat survey yang akan digunakan;
c) Kebutuhan dan penyediaan peralatan dan instrument yang dibutuhkan, seperti : patok-patok, meteran,  formulir suirvey, peta, dll;
 
Pada kegiatan survey teknis ini, juga sekaligus membuat dokumentasi/photo awal (0%) pada lokasi yang akan dibangun Infrastruktur. Jumlah titik lokasi yang diambil/potret disesuaikan dengan kondisi lapangan dan jenis infrastruktur yang akan dibangun, misalnya untuk Jalan/drainase/saluran irigasi/air bersih perpipaan dapat diambil pada beberapa titik lokasi (awal, tengah dan ujung akhir atau tempat lain yang dianggap penting Penting untuk diperhatikan bahwa titik lokasi dan arah pengambilan gambar kondisi 0% ini, nantinya akan menjadi pengambilan gambar pada saat pelaksanaan konstruksi, yaitu kondisi 50% dan 100%.Selain survey teknis prasarana juga perlu dilakukan survey ketersediaan tenaga kerja/bahan/alat. Hal ini untuk membantu dalam pemilihan teknologi konstruksi yang akan dipergunakan dimana sedapat mungkin menggunakan konstruksi/bahan lokal yang berkualitas dan konstruksi yang mudah dilaksanakan oleh tenaga kerja setempat.
 
c. Survey Harga Bahan
 
Sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas pemanfaatan dana kegiatan maka harga-harga satuan upah/bahan/alat yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan harus merupakan hasil survey sekurang-kurangnya dari 3 toko/pemasok setempat/terdekat sebagai referensi data/informasi harga satuan upah/bahan/alat bagi pelaksana untuk menyusun RAB proposal pelaksanaan kegiatan atau menggunakan dasar harga yang sudah ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Apabila seluruh harga satuan upah/bahan/alat terendah hasil survey Pelaksana adalah sama dengan harga satuan terendah yang telah ditetaokan maka pelaksana dapat langsung menggunakan harga hasil ketetapan.
 
d.Survey Calon Tenaga Kerja
 
Tenaga kerja yang akan terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan diprioritaskan dan diharapkan sebanyak mungkin dari masyarakat setempat . Informasi ketersediaan tenaga kerja proyek sangat penting diketahui dalam perencanaan pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastruktur. Hal ini terutama karena akan menjadi dasar pemilihan teknologi/metode kerja pelaksanaan pembangunan fisik.
 
Selain jumlah, kualifikasi tenaga kerja juga sangat penting diketahui dari hasil survey, terutama untuk memperoleh kepastian apakah kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan oleh tenaga kerja yang ada dan dapat diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditetapkan program. Pengalaman/keterampilan yang dimiliki calon tenaga kerja (seperti Mandor/Ketua regu kerja, Tukang dan Pekerja) terutama guna menjamin cara pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan secara benar sehingga dapat memenuhi kualitas fisik yang baik.
 
e. Penyusunan Desain Teknis (Pembuatan Desain, Gambar-gambar, Spesifikasi Teknis)
 
Persyaratan utama suatu infrastruktur yang dibangun adalah terpenuhinya mutu/manfaat bangunan tersebut sebagaimana yang dikehendaki. Oleh karena itu siapapun yang menginginkan suatu bangunan, perlu menentukan syarat penggunaan seperti apa yang diinginkannya dari bangunan tersebut.
 
Membuat Desain, Spesifikasi & Gambar-gambar perencanaan teknik, secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya untuk menentukan persyaratan bangunan yang diinginkan agar bangunan dapat berfungsi baik, menjamin keselamatan (keamanan/kekuatan termasuk kenyamanan) dan kesehatan masyarakat penggunanya.
 
Dalam praktek pengelolaan proyek infrastruktur jalan, lazimnya pernyataan-pernyataan tentang mutu bangunan dituangkan secara tertulis dan dalam proses penyusunannya diawali dari proses Desain/perancangan, Gambar-gambar & Spesifikasi Teknis, kemudian diuraikan juga secara terbatas dalam Daftar Kuantitas (jenis pekerjaan dan volumenya), RAB (jenis pekerjaan dan volume yang diperhitungkan/dibiayai) dan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan seperti SPPD-L/SPPB.
 
Kemudian pada tahap pelaksanaan pembangunannya, semua dokumen tersebut menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sebagai pedoman mewujudkan mutu bangunan jalan. Sasaran kegiatan ini adalah untuk menentukan persyaratan mutu sesuai kriteria dan persyaratan teknis bangunan.


Bahasan Persiapan dan Perencanaan Desain dan Rab :
3. Menentukan Desain dan Jenis Kontruksi 
4. Perhitungan anggaran dan Biaya
a. Menghitung Volume Pekerjaan 
b. Melakukan analisa pekerjaan
c. Menghitung Biaya Pekerjaan 
5. Pemeriksaan Bersama Hasil Perhitungan 
6. Jilid dan perbayak

Kenang Kenangan

Bersama Camat Martapura H. Faizal, S.KM, MM
Mulai tanggal 1 Februari 2017, pindah tugas dari kecamatan Martapura ke Kecamatan Madang Suku II. Banyak kegiatan yang sudah dilakukan dalam kegiatan pendampingan. Penguatan kekompakan Tim, Pemahaman Karakter satu dengan yang lain. Bahkan kritik .. 

struktur organisasi  yang rencananya akan di tempel di dinding POSKO PENDAMPING KECAMATAN MARTAPURA yang masih belum terwujud, dari pada terbuang tempel di blog ini saja sebagai kenang-kenangan,.


STRUKTUR PENDAMPING DESA
KECAMATAN MARTAPURA
KAB. OKUT




  Hari Pertama


 MusrembangDes di Desa Sukomulyo bersama Mrs. Yusial (Kasi PMD), Mrs. Susanti dan Mr. Dedy

 MusrenbangDes Di Desa Tanjung Kemala bersama Mr. Ibnu Salim

 MusrenbangDes Di Desa Perjaya Barat bersama Mr.Imam Subki


Pelatihan Kader Bersama Mr. Bulkin, Mrs. Yanti, PD, PLD dan Kader

Terima kasih atas kerja sama yang baik dari Kawan-Kawan.
#Salamberdesa
#desamembangunindonesia

Kader Desa mengikuti Pembekalan Awal

Tenaga Ahli Teknik Infrastruktur dan Tenaga Ahli Teknologi Tepat Guna
Kabupaten OKU Timur Selaku Narasumber beserta
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa  kecamatan Martapura
bersama Kader Teknik dan Kaur Pembangunan se Kecamatan Martapura 
  
DESA KOTA BARU - Untuk pertama kalinya di tahun 2017 Kecamatan Martapura melaksanakan pembekalan awal kader yang diikuti oleh kader teknis dan Kaur pembangunan 8 Desa di kecamatan martapura. Kegiatan ini seyogyanya dihadiri oleh kader dan kaur dari sembilan desa di martapura. Perwakilan satu desa tidak dapat hadir karena terkendala suatu hal. 

Dalam pembekalan awal ini ditekankan tentang kemandirian desa dalam proses dan tahapan pembangunan desa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan desa pada tahun anggaran 2017 ini. Pembekalan ini juga dilakuan untuk memberikan kesadaran, penguatan serta kapasitas dasar terhadap fungsi kader pemberdayaan masyarakat desa terutama kader teknis

 Bapak Bulkin Memberikan Materi Pembuatan RAB

 Bukan Peserta yang sedikit - tapi kursi yang terlalu banyak
 untuk 18 peserta

 Dengan keterbatasan tapi penuh semangat dan antusiasme
(Bapak Bulkin dan Ibu Yanti - Tim TA Kab. OKUT)

Peningkatan  kesadaran kader teknis akan menjadi langkah awal menggeliatan gerakan kemandirian desa dalam pembangunanya. Dengan meningkatnya kapasitas para kader teknik tersebut akan memberikan kemampuan bagi desa untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan desa.

Pada pembekalan awal ini para peserta dibekali kemampuan dalam perencanaan awal kegiatan pembangunan diantaranya perencanaan umum desain dan rencana anggaran biaya pembangunan. dengan kemampuan tersebut desa akan mampu merencanakan dan melakukan kegiatan secara mandiri, sehingga dapat menjadi awal kemandirian desa.

(#desamembangunindonesia)

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Musyawarah Desa Pendirian dan penetapan 
Pengurus Badan Usaha Milik Desa
Desa Kota Baru Barat Kecamatan Martapura
Kabupaten OKUT Provinsi Sumatera Selatan

Era otonomi telah banyak mendukung daerah untuk lebih memperhatikan nilai-nilai yang berguna untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya serta menciptakan kemandirian daerah guna meningkatkan pendapatan Asli Desa dan peningkatan kehidupan yang lebih baik dalam bidang ekonomi,sosial maupun politik. Otonomi yang memberikan kewenangan sepenuhnya kepada daerah untuk menjalankan pemerintahan yang mandiri dan kreatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat didaerah.Dalam Undang-Undang No 6 Tanun 2014 bahwa desa disarankan untuk memiliki suatu badan usaha yang berguna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,terutama kebutuhan pokok dan tersedianya sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan,dan tersedianya sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai asset
penggerak perekonomian masyarakat.

Dalam era otonomi juga perlu diberlakukan kebijakan yang memberikan akses dan memberikan kesempatan kepada desa untuk dapat menggali potensi baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang berada dalam wilayah desa tersebut yang nantinya digunakan sebagai sumber pendapatan desa. Landasan hukum yang melandasi berdirinya BUMDes ini antara lain adalah UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, serta PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 tentang desa. Sedangkan maksud dari
pendirian BUMDes tersebut adalah sebagai usaha desa yang dimaksud.

untuk menampung seluruh peningkatan pendapatan desa, baik yang berkembang menurut adat istiadat maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan untuk dikelola oleh masyarakat dari program proyek pemerintah dan pemerintah daerah. Sedangkan tujuan dari pendirian BUMDes adalah sebagai upaya untuk peningkatan pendapatan asli daerah dan pedesaan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam merencanakan dan mengelola pembangunan perekonomian desa.Disamping itu pendirian BUMDes ini mempunyai sasaran yaitu terlayaninya masyarakat desa dalam mengembangkan usaha ekonomi produktif serta tersedianya beragam media usaha dalam mengurangi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BUMDes mempunyai 4 ( empat) tujuan utama yaitu:
  1. Meningkatkan perekonomian desa
  2. Meningkatkan pendapatan asli desa
  3. Meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan Masyarakat
  4. Meningkatkan pembangunan desa, pemberdayan Masyarakat Desa, pemberian bantuan untuk masyarakat Miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan melalui APBD.
Pendirian BUMDes adalah merupakan perwujudan dari pengelolaan ekonomi produktif desa yang dilakukan secara kooperatif, partisifatip, emansifatif, transparasi, akuntabel, sustainable. Oleh karana itu perlu upaya serius untuk menjadikan pengelolaan BUMDes tersebut dapat berjalan secara efektif, efesien, propesional, dan mandiri. Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan produktif dan konsumtif masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan pemerintah desa.

Dinyatakan dalam Undangundang No. 6 Tahun 2014 bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa setempat. Yang dimaksud dengan kebutuhan dan potensi desa adalah sebagai berikut;
  1. Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;
  2. Tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal ;
  3. Tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai asset penggerak perekonomian masyarakat;
  4. Adanya unit-unit yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat.

Tahapan Pengelolaan Keuangan Desa


Keuangan Desa merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APBDesa. Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara. Dana anggaran pendapatan dan belanja negara dialokasikan pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa. Pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani oleh kepala Desa dan Bendahara Desa. Pengelolaan keuangan Desa meliputi:
  1. perencanaan;
  2. pelaksanaan;
  3. penatausahaan;
  4. pelaporan; dan
  5. pertanggungjawaban
1. Perencanaan

Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari perencanaan keuangan desa.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.
Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP). Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.

3. Penatausahaan

Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis (teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar, serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya) berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh. Tahap ini merupakan proses pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran. Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri.

4. Pelaporan 

Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas tugas dan wewenang yang diberikan Laporan merupakan suatu bentuk penyajian data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang disampaikan kepada Bupati/walikota.

5. Pertanggungjawaban 

Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum Musyawarah Desa.

Sumber : MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA 2016

Pengelolaan Keuangan Desa


Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun 2014)

Dasar Hukum dan Ketentuan Pengelolaan Keuangan Desa 

Semua uang yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa adalah uang Negara dan uang rakyat, yang harus dikelola berdasar pada hukum atau peraturan yang berlaku, khususnya:
1. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
2. PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa;
3. PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN;
4. Permendagri No. 113 Tahun 2014.

Peraturan lainnya yang terkait, antara lain:
1. UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik;
2. Peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Desa;
3. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Ketentuan-ketentuan pokok tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014 tercantum pada Pasal 71 – 75 yang mencakup: Pengertian keuangan desa, Jenis dan sumber-sumber Pendapatan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), Belanja Desa, dan Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa. Kemudian dijabarkan lebih rinci dalam PP No. 43 Tahun 2014, sebagaimana termuat pada Pasal 80 (Penghasilan Pemerintah Desa), dan Pasal 90-106. Ketentuan-ketentuan pokok dimaksud selanjutnya dijabarkan secara detil/teknis dalam Permendagri No. 113 Tahun 2014. Dengan demikian, pengelola keuangan desa wajib menjadikan Permendagri dimaksud sebagai “al kitab” yang harus selalu dirujuk, agar terhindar dari neraka di dunia (Penjara) dan kelak di akhirat (Jahanam).

Asas Pengelolaan Keuangan Desa 

Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:
Transparan.

1. Terbuka  

Keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut kejelasan siapa, melakukan apa serta bagaimana melaksanakannya.
Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa informasi keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat guna memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- undangan (KK, SAP,2005).

2. Akuntabel 

Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian, pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.  

3. Partisipatif 

Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan di desa serta masyarakat luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan pembangunan di Desa.

4. Tertib dan disiplin anggaran 

Mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa. Hal ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Sumber : MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA 2016

Pembangunan Desa - RPJMDes


Dalam perencanaan pembangunan Desa, pemerintah Desa melaksanakan tahapan yang meliputi: penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa); dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPJM Desa, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan Kepala Desa. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan.
Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Langkah-Langkah Penyusunan RPJM Desa
Kepala Desa menyelenggarakan penyusunan RPJM Desa dengan mengikutsertakan unsur masyarakat Desa. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas program dan kegiatan kabupaten/kota.
Penyusunan RPJM Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
  1. · pembentukan tim penyusun RPJM Desa;
  2. · penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota;
  3. · pengkajian keadaan Desa;
  4. · penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
  5. · penyusunan rancangan RPJM Desa;
  6. · penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa; dan
  7. · penetapan RPJM Desa.
1. Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa
Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa, yang terdiri dari:
  • kepala Desa selaku pembina;
  • sekretaris Desa selaku ketua;
  • ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan
  • anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur masyarakat lainnya.
Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.
2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota
Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pem-bangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota. Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
  • · rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
  • · rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
  • · rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
  • · rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
  • · rencana pembangunan kawasan perdesaan.
3. Pengkajian Keadaan Desa

Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa dalam rangka mempertimbangkan kondisi objektif Desa. Pengkajian keadaan Desa, meliputi kegiatan sebagai berikut:
  • · penyelarasan data Desa;
  • · penggalian gagasan masyarakat; dan
  • · penyuunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa.
Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa. 

4. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui musyawarah Desa
Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa berdasarkan laporan hasil pengkajian keadaan desa.Musyawarah Desa, membahas dan menyepakati sebagai berikut:
  • laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
  • rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi kepala Desa; dan
  • rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
5. Penyusunan Rancangan RPJM Desa

Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud di atas. Rancangan RPJM Desa, dituangkan dalam format rancangan RPJM Desa.Tim penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RPJM Desa yang dilampiri dokumen rancangan RPJM Desa. Berita acara rancangan RPJM Desa disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada kepala Desa. Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan berdasarkan arahan kepala Desa dalam hal kepala Desa belum menyetujui rancangan RPJM Desa. Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh kepala Desa, maka langsung dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa.
6. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa. Musyawarah perencanaan pembangunan Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat. Unsur masyarakat terdiri atas: tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; perwakilan kelompok nelayan; perwakilan kelompok perajin; perwakilan kelompok perempuan; perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak; dan perwakilan kelompok masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat tersebut, musyawarah perencanaan pembangunan Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Musyawarah perencanaan pembangunan Desa membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa. Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa dituangkan dalam berita acara.
7. Penetapan dan perubahan RPJM Desa
Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa. Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa. Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang

RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
  • · terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
  • · terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Sumber : MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA 2016

Pembangunan Desa - RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA


Pemerintah Desa menyusun RKPDesa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.

Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
  1. penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
  2. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
  3. pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke Desa;
  4. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
  5. penyusunan rancangan RKP Desa;
  6. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
  7. penetapan RKP Desa;
  8. perubahan RKP Desa; dan
  9. pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan sebagai berikut:

mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan.

Tim Penyusun
  1. Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
  2. kepala Desa selaku pembina;
  3. sekretaris Desa selaku ketua;
  4. ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
  5. anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.
Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
  1. pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke desa;
  2. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
  3. penyusunan rancangan RKP Desa; dan
  4. penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.
Keterangan masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut:

a. Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan Program/Kegiatan Masuk ke Desa.


Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota tentang: pagu indikatif Desa; dan rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa. Data dan informasi diterima kepala Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap tahun berjalan.
Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa yang meliputi:
  • rencana dana Desa yang bersumber dari APBN;
  • rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
  • rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; dan
  • rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.
b. Pencermatan Ulang RPJM Desa

Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana tercantum dalam dokumen RPJM Desa. Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.

c. Penyusunan Rancangan RKP Desa


Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:
  1. hasil kesepakatan musyawarah Desa;
  2. pagu indikatif Desa;
  3. pendapatan asli Desa;
  4. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
  5. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;
  6. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
  7. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan
  8. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.

Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim verifikasi.
Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita acara disampaikan oleh tim penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.
Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, 
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Rancangan RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang didanai:
  1. pagu indikatif Desa;
  2. pendapatan asli Desa;
  3. swadaya masyarakat Desa;
  4. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
  5. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
  6. Perubahan RKP Desa
RKP Desa dapat diubah dalam hal:
  1. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
  2. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang diadakan secara khusus untuk kepentingan pembahasan dan penyepakatan perubahan RKP Desa. Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan Desa disesuaikan dengan terjadinya peristiwa khusus dan/atau terjadinya perubahan mendasar.

Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa ditetapkan dengan peraturan Desa tentang RKP Desa perubahan sebagai dasar dalam penyusunan perubahan APB Desa.
d. Pengajuan Daftar Usulan RKP Desa

Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa kepada bupati/walikota melalui camat. Penyampaian daftar usulan RKP Desa aling lambat 31 Desember tahun berjalan. Daftar usulan RKP Desa menjadi materi pembahasan di dalam musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan dan kabupaten/kota.

Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah Desa tentang hasil pembahasan daftar usulan RKP Desa. Informasi tentang hasil pembahasan daftar usulan RKP Desa diterima oleh pemerintah Desa setelah diselenggarakannya musyawarah perencanaan pembangunan di kecamatan pada tahun anggaran berikutnya. Informasi diterima pemerintah desa paling lambat bulan Juli tahun anggaran berikutnya

Sumber : MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA 2016

Alur Kegiatan Pembangunan Desa


UU No 6 tahun 2014 mengisyaratkan sejumlah kewenangan yang dimiliki oleh Desa, antara lain; Kewenangan Lokal Berskala Desa, Kewenangan hak asal usul. Dan untuk melaksanakan kewenangan tersebut maka Desa perlu menyusun perencanaan desa yang melibatkan seluruh komponen masyarakat desa. Proses perencanaan yang baik akan melahirkan pelaksanaan program yang baik, dan pada gilirannya akan menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan desa. Proses merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sendiri kegiatan pembangunan desa mer-upakan wujud nyata dari kewenangan mengatur dan men-gurus pembangunan desa yang berskala lokal desa.

1. PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 tahun 2014, tentang Pedoman Pembangunan Desa, disebutkan bahwa Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakatsecara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.

Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangu-nan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Perencanaan dan Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa dengan semangat gotong royong. Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. 

Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa, pemerintah Desa didampingi oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/ kota. Untuk mengoordinasikan pembangunan Desa, kepala desa dapat didampingi oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Camat atau sebutan lain akan melakukan koordinasi pendampingan di wilayahnya. Pembangunan desa mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Perencanaan pembangunan Desa disusun secara ber-jangka meliputi:
  1. Mencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RP-JMDes) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
  2. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP DESA), merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan RencanaKerja Pemerintah Desa, ditetapkan dengan Peraturan Desa.

2. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA

Kepala Desa mengokordinasikan kegiatan pembangu-nan Desa yang dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa. Pelaksanaan kegiatan pembangu-nan Desa meliputi:pembangunan Desa berskala lokal Desa; danpembangunan sektoral dan daerah yang masuk ke Desa. Pelaksanaan pembangunan Desa yang berskala lokal dikelola melalui swakelola Desa, kerjasama antar Desa dan/atau kerjasama Desa dengan pihak ketiga.Kepala Desa mengkoordinasikan persiapan dan pelaksanaan pembangu-nan Desa terhitung sejak ditetapkan APBDesa. Pembangunan Desa yang bersumber dari program sektoral dan/atau program daerah, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 

Dalam hal ketentuan menyatakan pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa, program sektor dan/atau program daerah di Desa dicatat dalam APBDesa. Dalam hal ketentuan menyatakan pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah didelegasikan kepada Desa, maka Desa mempunyai kewenangan untuk mengurus. Pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa yang diselenggarakan oleh BPD. 

Dalam hal pembahasan dalam musyawarah Desa tidak menyepakati teknis pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah, kepala Desa dapat mengajukan keberatan atas bagian dari teknis pelaksanaan yang tidak disepakati, disertai dasar pertimbangan keberatan dimaksud kepada bupati/walikota. Kepala Desa mengokordinasikan pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah yang didelegasikan pelak-sanaannya kepada Desa.

Pelaksanaan program sektor dan/ atau program daerah dilakukan oleh perangkat desa dan/ atau unsur masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN DESA

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. Hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa menjadi dasar pembahasan musyawarah Desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan Desa.Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa. Pemantauan tahapan perencanaan dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desadan RKP Desa.

Pemantauan tahapan pelaksanaan dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan administrasi keuangan, pengiriman bahan/ material, pembayaran upah, dan kualitas hasilkegiatan pembangunan Desa.Hasil pemantauan pembangunan Desa dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan Desa. Bupati/walikota melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa dengan cara:
  1. memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa;
  2. menerima, mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap laporan realisasi pelaksanaan APB Desa;
  3. mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatanpembangunan Desa; dan
  4. memberikan pembimbingan teknis kepada pemerintah Desa.
Dalam hal terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa sebagai akibat ketidakmampuan dan/atau kelalaian pemerintah Desa, maka bupati/walikota melakukan:
  1. menerbitkan surat peringatan kepada kepala desa;
  2. membina dan mendampingi pemerintah desa dalam hal mempercepat perencanaan pembangunan desa untuk memastikan APBDesa ditetapkan 31 Desember tahun berjalan; dan
  3. membina dan mendampingi pemerintah Desa dalam hal mempercepat pelaksanaan pembangunan Desa untuk memastikan penyerapan APB Desa sesuai peraturan perundang-undangan.
Petunjuk teknis penyusunan RPJMDesa dan RKPDesa serta petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa lebih lanjut diatur dengan peraturan bupati/walikota.

Musyawarah Desa


PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA
Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.
Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa. Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan memperkecil munculnya konflik di masyarakat.
Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi musyawarah masa lalu cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan lainnya. Dasar pemikiran perlunya sebuah musyawarah desa, diantaranya:
  1. Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa bangsa Indonesia mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;
  2. Pengambilan keputusan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama;
  3. Cara mengemukakan pendapat harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani, serta selalu mengutamakan persatuan dan kekeluargaan;
  4. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan;
  5. Keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab oleh semua pemangku kepentingan.
TUJUAN MUSWARAH DESA

Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut pandang. Melalui musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan persepsi seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta. Musyawarah desa dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehingga keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self governing community (SGC) direpresentasikan oleh Musyawarah Desa.

PRINSIP-PRINSIP MUSWARAH DESA

1. Partisipatif.

Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan dan pengambilan keputusan strategis Desa. Partisipasi dilaksanakan tanpa memandang perbedaan gender (laki-laki/perempuan), tingkat ekonomi (miskin/kaya), status sosial (tokoh/orang biasa), dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang sangat teknis. Dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2015, diatur bahwa setip unsur masyarakat berhak “menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya musyawarah Desa” (Pasal 3 ayat (3) huruf e Permendesa PDTT No. 2 tahun 2015).

2. Demokratis. 

Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa. Musyawarah desa merupakan representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di desa. Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan sosial yang lebih harmonis.

3. Transparan. 

Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, kemudahan dalam mengakses informasi, memberikan informasi secara benar dan baik dalam hal materi permusyawaratan.

4. Akuntabel. 

Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat strategis, pengawasan dan perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong swadaya gotong-royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah Desa. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah. Secara ringkas dapat digambarkan pada bagan berikut:
a. Karakteristik Musyawarah Desa
Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu: Pertama, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif. Artinya seluruh elemen desa merupakan asosiasi yang berdasar pada asas kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong. Mereka membangun aksi kolektif untuk kepentingan desa. Kekuatan asosiatif ini juga bisa hadir sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan modal. Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau demokrasi untuk semua. Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama, suku, aliran, golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam pembahasan hal-hal startegis di desa.
Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif. Artinya Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi, diskusi atau musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama. Keempat, Musyawarah Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif. Artinya Musyawarah Desa dapat menyeimbangkan kedudukan desa dari intervensi negara, modal atau pihak lain yang merugikan desa dan masyarakat.
b. Manfaat Musyawarah Desa
Berikut diuraikan beberapa manfaat musyawarah desa, diantaranya:
1. Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide)
Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti musyawarah, seseorang diberikan ruang untuk melatih mengutarakan pendapat yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jalan keluar.
2. Masalah dapat segera terpecahkan
Musyawarah merupakan cara yang umum digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Melalui musyawarah diperoleh beberapa alternatif dalam menyelesai-kan suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama. Pendapat yang berbeda dari orang lain mungkin akan lebih baik dari pendapat kita sendiri. Oleh karena itu. sangat penting untuk mengadakan dengar pendapat dengan orang lain.
3. Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan
Musyawarah Desa merupakan proses dengar pendapat yang nantinya keputusan yang diambil adalah merupakan kesepakatan bersama antar sesama peserta. Kesepakatan yang diambil tentunya tidak mengandung unsur paksaan di dalamnya. Sehingga semua peserta dapat melaksanakan hasil keputusan tersebut dengan penuh tanggung jawab dan tanpa ada unsur pemaksaan.
4. Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak
Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan penuh keikhlasan.
5. Dapat menyatukan pendapat yang berbeda
Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya, sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut kepentingan bersama.
6. Adanya kebersamaan
Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta.
7. Dapat mengambil kesimpulan yang benar
Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja. Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya.
8. Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan
Melalui mekanisme Musyawarah Desa yang benar dapat menemukan kebenaran atas pangkal masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Seluruh elemen masyarakat yang hadir bisa mendengarkan berbagai penjelasan dari peserta lainnya, yang nantinya akan menghindarkan dari berprasangka atau menduga-duga.
9. Menghindari celaan
Dengan penyelenggaraan Musyawarah Desa, tentunya setiap pemangku kepentingan akan terhindar dari berbagai macam anggapan dan celaan orang lain.
10. Menciptakan stabilitas emosi
Secara psikologis Musyawarah Desa dapat memberikan bantuan mempermudah pengendalian diri bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta menemukan pendapat yang berbeda dari berbagai pihak. Dengan demikian melatih masyarakat untuk mampu menahan emosi dengan menghargai setiap pendapat yang telah disampaikan peserta. Pertemuan atau musyawarah dapat membangun stabilitas emosi yang baik antar sesama komponen masyarakat.

Sumber : MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA 2016

Matra Pembangunan Desa


Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. 

Teknokratisme Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra. 

Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa sehingga mereka menjadi subyek berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. 

Kedua, Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. 

Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa). Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

1) Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)

Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal Desa. 

Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan, peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol jalannya kegiatan ekonomi dan politik.

2) Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).

Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan.

Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini, organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas, pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.

Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. 

Inovasi secara sosial dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience) dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia lokal.

3) Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)

Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. 

Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan.

Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan (metode) ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan kesejahteraan Desa.

Sumber : MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA 2016
Back To Top